Minggu, 22 Februari 2009

ASIMILASI DALAM PEMIDANAAN (Sebuah Tinjauan )

PENGERTIAN DAN TUJUAN

Dalam pemidanaan suatu Terpidana (Narapidana) yang telah menjalani Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (ikracht van gewisge) dapat melakukakan permohonan Asimilasi, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, dalam Pasal 1 angka 1 menyebutan “ Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat”. Asimilasi mempunyai tujuan untuk mempersiapkan Narapidana agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

SYARAT-SYARAT ASILIMILASI

Dalam Pemberian Asimilasi harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu syarat administratif, substantif dan berkelakuan baik. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, yang menyebutkan :

BAB II

SYARAT-SYARAT

Pasal 5

Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif.

Pasal 6

(1) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh Narapidana dan Anak Pidana adalah :

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana;

b. telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif;

c. berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat;

d. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan;

e. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin untuk:

1. Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir;

2. Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir; dan

3. Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir;

f. masa pidana yang telah dijalani untuk :

1. Asimilasi, 1/2 (setengah) dari masa pidananya;

2. Pembebasan Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

3. Cuti Menjelang Bebas, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan;

4. Cuti Bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya dan jangka waktu cuti paling lama 3 (tiga) bulan dengan ketentuan apabila selama menjalani cuti melakukan tindak pidana baru maka selama di luar LAPAS tidak dihitung sebagai masa menjalani pidana;

(2) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh Anak Negara adalah :

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas pelanggaran yang dilakukan;

b. telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif;

c. berhasil mengikuti program pendidikan dan pelatihan dengan tekun dan bersemangat;

d. masyarakat dapat menerima program pembinaan Anak Negara yang bersangkutan;

e. berkelakuan baik;

f. masa pendidikan yang telah dijalani di LAPAS Anak untuk:

1. Asimilasi, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan;

2. Pembebasan bersyarat, sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Pasal 7

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan adalah:

a. kutipan putusan hakim (ekstrak vonis);

b. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan;

c. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang bersangkutan;

d. salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;

f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;

g. bagi Narapidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan :

1. surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak melarikan diri atau mentaati syarat-syarat selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat;

2. surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan.

Pasal 8

Perhitungan menjalani masa pidana dilakukan sebagai berikut:

a. sejak ditahan;

b. apabila masa penahanan terputus, perhitungan penetapan lamanya masa menjalani pidana dihitung sejak penahanan terakhir;

c. apabila ada penahanan rumah dan/atau penahanan kota, maka masa penahanan tersebut dihitung sesuai ketentuan yang berlaku;

d. perhitungan 1/3, 1/2 atau 2/3 masa pidana adalah 1/3, 1/2, atau 2/3 kali (masa pidana dikurangi remisi) dan dihitung sejak ditahan.

Pasal 9

(1) Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat tidak diberikan kepada :

a. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan yang kemungkinan akan terancam jiwanya; atau

b. Narapidana yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.

(2) Warga negara asing yang diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat nama yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan Penangkalan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.

(3) Narapidana warga negara asing yang akan dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan pencekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Narapidana yang menjalani upaya pembinaan baik asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, harus sesuai dengan tahapan-tahapan proses pemasyarakatan yaitu tahap admisi atau orientasi, tahap pemberian bekal, dan tahap akhir pembinaan. Ada 2 macam bentuk kegiatan asimilasi yaitu asimilasi intern dan asimilasi ekstern.

KEWENANGAN PEMBERIAN ASIMILASI

Dalam Pemberian Asimilasi kewenangan sepenuhnya untuk pemberian Asimilasi oleh Mentereri Hukum dan HAM, sebagaimana Pasal 10 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007, yang menyebutkan :

“Wewenang pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat ada pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia”.

pemberian asimilasi tersebut melalui usalan dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN dengan usul dari TPP LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya menerbitkan keputusan Asimilasi (pasal 11 huruf b Permen Kum dan HAM);

Pemberian Asimilasi terhadap Narapidana apabila untuk kegiatan sebagaimana dalam Pasal 13 huruf b PERMEN Kum dan HAM, selama kegiatan kerja pada pihak ketiga atau kerja mandiri disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan di tempat kerja paling lama 9 (sembilan) jam sehari termasuk waktu diperjalanan;

FAKTOR PENGHAMBAT ASIMILASI

Dalam Pemberian Asimilasi, ada beberapa faktor yang dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan asimilasi adalah :

(a) tidak semua masyarakat memahami sistem / proses pemasyarakatan, walaupun dalam pelaksanaannya sesuai prosedural tetapi kasus tersebut termasuk kasus yang menarik masyarakat, sehingga bisa menjadi hal kontroversi antara sistem pembinaan dan pemahaman masyarakat, tanggapan masyarakat yang negatif terhadap narapidana sebagai penjahat yang harus dikucilkan;

(b) lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerjasama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau kerjasama pembinaan dengan instansi terkait belum terprogram maksimal;

(c) peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga kurang pengawasan dalam pelaksanaan asimilasi, dan belum ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan bertugas khusus terutama dalam pembinaan;

(d) Anggaran Rutan yang sangat minim sehingga pembinaan tidak berjalan maksimal dan kurang memadainya sarana dan fasilitas yang tesedia untuk pembinaan.

PENCABUTAN ASIMILASI

Asimilasi dalam dapat dicabut sebagaimana disebutkan dalam pasal 24 ayat (1) Permen Kum dan HAM, apabila :

a. mengulangi tindak pidana;

b. menimbulkan keresahan dalam masyarakat; dan/atau

c . melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat.

Dan Pencabutan tersebut dilakukan oleh Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN, apabila Narapidana dan anak pidana dicabut Asimilasinya, sesuai dengan Pasal 26 Permen Kum dan HAM, maka :

a. untuk tahun pertama setelah dilakukan pencabutan tidak dapat diberi remisi; dan

b. Untuk pencabutan kedua kalinya selama menjalani masa pidananya tidak dapat diberikan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat.

Dengan demikian permohonan asimilasi secara hukum memang bisa dilakukan dan merupakan hak setiap narapidana dan anak pidana, yang telah menjalani setengah dari masa pidana sesuai dengan aturan yang ada.

(Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pencerahan )

Selasa, 10 Februari 2009

POLEMIK PERAN ADVOKAT DALAM PENYIDIKAN

Dalam Permasalahan atau Penanganan Hukum, selama ini sering terjadi permasalahan atau menjadi polemik antara berbagai instansi sesama aparat penegak hukum, (Jaksa dengan Advokat atau Polisi dengan Advokat) terkait dengan keberadaan advokat dalam mendampingi klien pada proses penyidikan sebagai Saksi, Sebagai Aparat Penegak Hukum (Jaksa atau Polisi) sebagai Penyidik sering berpodaman pada KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ), bahwa memang TIDAK ADA aturan yang menyebutkan bahwa saksi dapat didampingi oleh seorang atau lebih advokat, karena yang berhak didampingi oleh Advokat, kecuali tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP yang menyebutkan :

“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan pada proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka “.

Namun yang harus dicermati, TIDAK ADA PULA aturan yang melarang saksi untuk didampingi oleh Advokat.

Hal Inilah yang sering menjadi Polemik antara Para Penegak Hukum kita (Polisi/Penyidik PNS dengan Advokat atau Jaksa dengan Advokat) yang harus segera dicarikan solusi bijak oleh Para Pembuat Aturan (DPR), dikarenakan KUHAP kita peninggalan zaman kolonial, yang sudah harus direvisi karena sudah banyak yang tidak sesuai

Kalau kita lebih bijak menyikapi permasalahan tersebut seharusnya tidak perlu terjadi polemik tersebut, kenapa para penegak hukum takut, jika seorang saksi menunjuk advokat untuk mendampingi dalam proses penyidikan, dikarenakan jika advokat mendampingi klien dalam proses penyidikan sebagai saksi tidak lain sebagai bentuk support dan lebih menguatkan klien dalam pemeriksaan.